Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bank syariah berkembang cukup pesat di dunia internasional dan di negara Indonesia. Perkembangan ini terjadi karena adanya dukungan dari berbagai aspek antara lain aspek sosial budaya masyarakat dan aspek kepastian hukum. Sejak tahun 1970-an, di dunia internasional perkembangan perbankan syariah  telah merambah dan diterima bukan saja di negaranegara muslim tetapi juga negaranegara nonmuslim. Perbankan syariah terus tumbuh karena nilai-nilainya yang berorientasi pada etika bisnis sehat (Sutan Remy Sjadeini, 2002: 9). 
Berdasarkan UU Perbankan Syariah terdapat dua jenis bank syariah yaitu Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.  UU Perbankan Syariah menegaskan kembali keberadaan bank umum konvensional dapat menjalankan usaha syariah dengan pembentukan Unit Usaha Syariah (UUS) sebagaimana telah diatur dalam UU Perbankan dan peraturan Bank Indonesia.  Di lihat dari kegiatan usahanya terdapat perbedaan prinsip  antara kegiatan Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Hal ini sejalan dengan kegiatan usaha bank umum dan BPR sebagaimana diatur dalam UU Perbankan. Untuk itu,  perbedaan prinsipnya adalah Bank Umum Syariah menjalankan kegiatan usaha dalam lalu lintas pembayaran  sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 dan Pasal 20 UU Perbankan Syariah dan Peraturan Bank Indonesia sepanjang tidak bertentangan dengan UU Perbankan Syariah. Sedangkan BPRS menjalankan kegiatan usaha dengan tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 21 UU Perbankan Syariah dan Peraturan Bank Indonesia sepanjang tidak bertentangan dengan UU Perbankan Syariah.
Untuk itu, terdapat pengaturan yang berbeda dengan UU Perbankan dan Peraturan BI tentang bentuk hukum bank syariah yaitu Perseroan Terbatas, Koperasi dan Perusahaan Daerah. UU Perbankan Syariah tidak memungkinkan ada bentuk hukum  lain di luar Perseroan Terbatas. Dengan demikian, sepanjang tidak ditentukan secara khusus dalam UU Perbankan Syariah maka peraturan perundang-undangan yang mengatur secara umum tentang pendirian dan legalitas hukum perbankan syariah berlaku terhadap bank syariah termasuk BPRS.  Berdasarkan uraian di atas, maka menjadi suatu kajian yang cukup menarik dari segi hukum ekonomi tentang pendirian bank syariah khususnya BPRS yang dapat dijadikan peluang investasi bagi pemerintah daerah dalam pengembangan modal daerah yang keuntungannya dapat digunakan bagi kegiatan pembangunan ekonomi daerah tersebut. 
Rumusan Masalah
Bagaimana Pengertian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah?
Bagaimana Landasan Hukum Bank Pembiayaan Rakyat Syariah?
Bagaimana Peran dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah?
Bagaimana persamaan dan perbedaan BPR dan BPRS?
Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui Pengertian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Untuk mengetahui Landasan Hukum Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Untuk Mengetahui Peran dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan BPR dan BPRS.


BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Menurut Prasetyoningrum, BPRS merupakan lembaga keuangan yang berbentuk bank dengan sistem operasionalnya berdasarkan prinsip syariah. Pada sistem perbankan Nasional, BPRS hanya terfokus pada melayani Usaha Mikro, dan Kecil (UMK) yang memiliki proses mudah, pelayanan cepat, dan persyaratan mudah. Hal-hal semacam inilah yang kemudian membuat BPRS mempunyai pangsa pasar yang berbeda dengan Bank Syariah dan lembaga keuangan lainnya(Fauzi, 2018).
Sesuai dengan Undang – undang perbankan syariah nomor 21 tahun 2008 BPRS adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dari pengertian tersebut maka BPRS masih memiliki fungsi yang sama dengan bank syariah yakni sebagai lembaga intermediasi keuangan sehingga produk yang terdapat pada BPRS sama dengan produk yang terdapat pada bank syariah. Produk pendanaan yang terdapat pada BPRS adalah tabungan dan deposito dengan akad mudharabah atau wadiah, sedangkan produk pembiayaan yang terdapat pada BPRS adalah pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumtif dengan beberapa akad seperti mudharabah, musyarakah, murabahah dan salam. Dengan adanya fungsi yang sama dengan bank syariah namun dalam administrasi lebih mudah dan jangkauan kepada masyakat kecil lebih dekat maka diharapkan adanya fungsi BPRS sebagai lembaga intermediasi keuangan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi UMKM.(Debby Pramana, 2017)
BPR konvensional masih menerapkan system bunga dalam operasionalnya. Oleh karena itu, harus dibedakan antara BPR konvensional dengan BPR Syariah yakni sebagai berikut :(Muhammad, 2002)


Akad dan aspek legalitas
Dalam BPRS akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan juga ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam.
Adanya dewan pengawas Syariah
Dewan pengawas Syariah ini bertujuan mengawasi praktik operasional BPRS agar tidak menyimpang dari prinsip Syariah.
Penyelesaian sengketa yang terjadi dapat diselesaikan melalui badan arbitrase Syariah maupun pengadilan agama.
Bisnis yang jelas
Bisnis dan usaha yang dibiayai tidak boleh bisnis yang haram, syubhat ataupun dapat menimbulkan kemadharatan bagi pihak lain.
Praktik operasional BPRS
Menggunakan system bagi hasil dan tidak menggunakan sistem bunga.
Berdasarka pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa BPRS adalah bank yang melakukan  kegiatan usaha atau beroperasi berdasarkan prinsip syariah dan tidak mengandalkan pada bunga dalam memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.

Landasan Hukum BPRS
Berdasarkan bentuk hukum, maka BPRS adalah Perseroan Terbatas. Pasal 1 ayat (1) UU Perseroan Terbatas (UUPT) menentukan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagai dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU ini serta peraturan pelaksanaanya. Untuk itu, maka terhadap syarat pendirian BPRS baru berlaku ketentuan UU Perbankan Syariah (UUPS) dan UU Perseroan Terbatas (UUPT).
BPRS adalah badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas. Untuk itu, setiap BPRS harus memiliki kekayaan sendiri yang terpisah. Pemerintah Daerah sebagai calon pemilik atau calon pemegang saham pada BPRS harus melakukan pemisahan kekayaan daerah melalui Peraturan Daerah yang harus disetujui oleh DPRD. Kekayaan daerah yang dipisahkan harus dimuat secara jelas dan rinci bentuk, jumlah, nilai atau harga dan status serta tempat kedudukannya. Kekayaan daerah yang dipisahkan melalui Perda tersebut selanjutnya dimuat dalam rancangan Anggaran Dasar atau rancangan Akta Pendirian yang akan diajukan sebagai syarat dalam permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS kepada Bank Indonesia. (Murniati, 2013)
Pelaksanaan BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang BPR Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah(Sudarsono, 2003)
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya. Tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya maksudnya adalah BPRS dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, melakukan penyertaan modal, melakukan usaha perasuransian dan melakukan usaha sebagaimana diluar kegiatan yang telah ditetapkan Undang-undang. (Debby Pramana, 2017)
Peran Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
BPRS dapat melakukan macam-macam usaha:(Eddy, 2016)
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan dengan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah.Dengan skema wadiah, nasabah menitipkan dananya kepada bank syariah. Nasabah memperkenankan dananya dimanfaatkan oleh bank syariah untuk beragam keperluan (yang sesuai syariah). Namun bila nasabah hendak menarik dana, bank syariah berkewajiban untuk menyediakan dana tersebut. Umumnya skema wadiah digunakan dalam produk giro dan sebagian jenis tabungan.(Iwan Setiawan, 2019)
Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah.Dengan skema mudharabah, nasabah menginvestasikan dananya kepada bank syariah untuk dikelola. Dalam skema ini, BSM berfungsi sebagai manajer investasi bagi nasabah dana. Nasabah mempercayakan pengelolaan dana tersebut untuk keperluan bisnis yang menguntungkan (dan sesuai syariah). Hasil keuntungan dari bisnis tersebut akan dibagi hasilkan antara nasabah dana dengan Bank Syariah. (Iwan Setiawan, 2019)
Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah.Mudharabah Merupakan akad berbasis bagi hasil, dimana bank syariah menanggung sepenuhnya kebutuhan modal usaha/investasi.
Musyarakah, Merupakan akad berbasis bagi hasil, dimana bank syariah tidak menanggung sepenuhnya kebutuhan modal usaha/investasi (biasanya sekitar 70 s.d. 80%).
Pembiayaan berdasarkan akad murabahah. Merupakan akad jual beli antara nasabah dengan bank syariah. Bank syariah akan membeli barang kebutuhan nasabah untuk kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan marjin yang telah disepakati. Harga jual (pokok pembiayaan + marjin) tersebut akan dicicil setiap bulan selama jangka waktu yang disepakati antara nasabah dengan bank syariah. Karena harga jual sudah disepakati di muka, maka angsuran nasabah bersifat tetap selama jangka waktu pembiayaan.
 salam atau istishna’. Istishna Merupakan akad jual beli antara nasabah dengan bank syariah, namun barang yang hendak dibeli sedang dalam proses pembuatan. Bank syariah membiayai pembuatan barang tersebut dan mendapatkan pembayaran dari nasabah sebesar pembiayaan barang ditambah dengan marjin keuntungan. Pembayaran angsuran pokok dan marjin kepada bank syariah tidak sekaligus pada akhir periode, melainkan dicicil sesuai dengan kesepakatan. Umumnya bank syariah memanfaatkan skema ini untuk pembiayaan konstruksi.
Pembiayaan berdasarkan akad qardh
Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bi tamlik. Ijarah merupakan akad sewa antara nasabah dengan bank syariah. Bank syariah membiayai kebutuhan jasa atau manfaat suatu barang untuk kemudian disewakan kepada nasabah. Umumnya, nasabah membayar sewa ke bank syariah setiap bulan dengan besaran yang telah disepakati di muka.
Pengambil alihan utang berdasarkan akad hiwalah
Jasa
Wakalah. Wakalah berarti perwalian/perwakilan. Artinya bank syariah  bekerja untuk mewakili nasabah dalam melakukan suatu hal. Bank syariah mengaplikasikan skema ini pada beragam layanannya semisal transfer uang, L/C, SKBDN dsb.
Rahn. Rahn bermakna gadai. Artinya bank syariah meminjamkan uang (qardh) kepada nasabah dengan jaminan yang dititipkan nasabah ke bank syariah. Bank syariah memungut biaya penitipan jaminan tersebut untuk menutup biaya dan keuntungan bank syariah. 
Kafalah. Dengan skema kafalah, bank syariah menjamin nasabahnya. Bila terjadi sesuatu dengan nasabah, bank syariah akan bertanggung jawab kepada pihak ke-3 sesuai kesepakatan awal.


Lainnya:
Beberapa produk yang banyak diakses nasabah adalah produk tabungan dan pembiayaan.  Produk unggulan di antaranya syar’i goal seperti kartu visa untuk ke luar negeri.

Persamaan dan Perbedaan BPR dan BPRS
Persamaan BPR dan BPRS terletak pada jenis jasa yang ditawarkan.Keduanya memberikan jasa kepada nasabah dibidang keuangan, seperti tabungan, pinjaman/perkreditan, deposito, dan lain-lain. Persamaan lain juga terlihat pada sisi teknis penerimaan uang, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, serta fungsi dan manfaat yang diberikan kepada masyarakat(Mona Iswandari, 2015).
Perbedaan BPR dan BPRS pada tabel 1 berikut ini :
BPR
BPRS

Usaha legal menurut hukum Indonesia
Investasi usaha halal dalam Hukum Islam

Hubungan Kreditur-debitur
Hubungan kemitraan

Sistem bunga dan fee
Sistem bagi hasil, margin dan fee

Bunga atas dasar pokok
Nisbah bhasil dari proyeksi penjualan

Pembayaran bunga tidak mempertimbangkan usaha
Pembayaran bagi hasil tergantung hasil usaha

Bank tidak menanggung resiko
Bank ikut menanggung resiko usaha

Kehalalan bunga diragukan
Halal

Tidak ada Dewan Pengawas Syariah
Ada Dewan Pengawas Syariah

Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Negeri
Penyelesaian masalah melalui Pengadilan Agama






BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
BPRS adalah bank yang melakukan  kegiatan usaha atau beroperasi berdasarkan prinsip syariah dan tidak mengandalkan pada bunga dalam memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.
BPRS adalah badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas. Untuk itu, setiap BPRS harus memiliki kekayaan sendiri yang terpisah. Pemerintah Daerah sebagai calon pemilik atau calon pemegang saham pada BPRS harus melakukan pemisahan kekayaan daerah melalui Peraturan Daerah yang harus disetujui oleh DPRD. Kekayaan daerah yang dipisahkan harus dimuat secara jelas dan rinci bentuk, jumlah, nilai atau harga dan status serta tempat kedudukannya. Kekayaan daerah yang dipisahkan melalui Perda tersebut selanjutnya dimuat dalam rancangan Anggaran Dasar atau rancangan Akta Pendirian yang akan diajukan sebagai syarat dalam permohonan persetujuan prinsip pendirian BPRS kepada Bank Indonesia.
BPRS dapat melakukan macam-macam usaha:
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk : Tabungan (wadi’ah) dan investasi (mudharabah dan akad lain)
Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna’, qardh, ijarah, dan hiwalah
Jasa dalam bentuk kafalah, rahn dan wakalah.
Lainnya: Beberapa produk yang banyak diakses nasabah adalah produk tabungan dan pembiayaan.  Produk unggulan di antaranya syar’i goal seperti kartu visa untuk ke luar negeri.
Persamaan BPR dan BPRS terletak pada jenis jasa yang ditawarkan.Keduanya memberikan jasa kepada nasabah dibidang keuangan, seperti tabungan, pinjaman/perkreditan, deposito, dan lain-lain. Persamaan lain juga terlihat pada sisi teknis penerimaan uang, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, serta fungsi dan manfaat yang diberikan kepada masyarakat.
Perbedaan BPR dan BPRS mencakup Akad dan aspek legalitas, Adanya dewan pengawas Syariah, Penyelesaian sengketa, Bisnis yang jelas, dan Praktik operasional BPRS.



























DAFTAR PUSTAKA

Debby Pramana, R. I. (2017). Pembiayaan BPR Syariah Dalam Peningkatan Kesejahteraan UMKM : Bedasarkan Maqashid Sharia . Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, Vol. 3, No. 1, Januari-Juni 2017 , 49-60.
Eddy, S. A. (2016). Fungsi, Peran Dan Perkembangan Daya Saing BPR/BPRS. Pontianak: Grafindo Persada.
Fauzi, M. (2018). Efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Provinsi Jawa Tengah . Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam, Vol. 4 No. 1, 31-40.
Iwan Setiawan, D. J. (2019). Strategi Pengembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Jawa Barat . Jurnal Ilmu Akuntansi Dan Bisnis Syariah Volume I/ Nomor 02/ Juli 2019 , 163-193.
Mona Iswandari, E. A. (2015). Kinerja Keuangan Bank Perkreditan Rakyat Dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah: Studi Kasus Di Daerah Istimewa Yogyakarta . Jrak, Volume 11, No1 Februari 2015 , 31-45.
Muhammad. (2002). Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: Upp Amp.
Murniati, R. (2013). Pengelolaan Aset Daerah Melalui Kepemilikan Modal Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) (Suatu Kajian Hukum Ekonomi) . Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013, Issn 1978-5186 , 181-192.
Sudarsono, H. (2003). Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi Dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonosia.

Komentar

Postingan Populer