Makalah Bagi Hasil



MAKALAH
SISTEM BAGI HASIL
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hadis
Dosen Pengampu : Ahmad Minan Zuhri,M.Si.



Disusun oleh  :
Chusna Alfi Fadlila (63020170220)
Fatiyatul Murtafiah (63020170221)

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
 SALATIGA
 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulilah tepat pada waktunya yang berjudul “Sistem bagi Hasil” .
Makalah ini berisikan tentang apa itu murabbahah dan musyarakah beserta penjelasannya. Diharapkan makalah ini dapat memberi informasi kepada kita semua tentangtakdir Allah, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kamu harapkan demi kesempurnaan.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala urusan kita Amin.



Salatiga, Februari 2018

Penyusun







DAFTAR ISI
Kata pengantar i
Daftar isi ii
BAB I Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN 3
Pengertian Takdir 3
Tingkatan-Tingkatan Takdir 3
Macam-macam Takdir 4
Hubungan Manusia dan Takdir 5
Larangan memperbincangkan takdir secara mendalam 5
Sikap Seorang Muslim Menghadapi Takdir 7
Hikmah Beriman Kepada Takdir? 8
BAB III Kesimpulan dan Saran 10
Kesimpulan 10
Saran 11
Daftar Pustaka 12








BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada dasarnya setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat duniawi maupun ukhrowi tidak lepas dari pada tujuan (maqosyid) dari apa yang akan ia peroleh selepas aktifitas tersebut, dengan berbagai macam perbedaan sudut pandang manusia itu sendiri terhadap esensi dari apa yang hendak ia peroleh, maka tidak jarang dan sangat tidak menutup kemungkinan sekali proses untuk menuju pada tujuan maqosyidnya pun berwarna-warni.
Salah satu contoh dalam aktifitas sosial-ekonomi, banyak dari manusia sendiri yang terjebak dalam hal ini, lebih mengedepankan pada pemenenuhan hak pribadi dan mengabaikan hak-hak orang lain baik hak itu berupa individu ataupun masyarakat umum. Akan tetapi Islam sebuah agama yang rahmatan lil-alamin mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia, sehingga norma-norma yang diberlakukan islam dapat memberikan solusi sebuah keadilan dan kejujuran dalam hal pencapaian manusia pada tujuan daripada aktifitasnya itu, sehingga tidak akan terjadi ketimpangan sosial antara mereka.
Maka tidak jarang diantara kita yang acap kali menemukan ayat dalam kitab suci Al-Quran yang mendorong perdagangan dan perniagaan, dan Islam sangat jelas sekali menyatakan sikap bahwa tidak boleh ada hambatan bagi perdagangan dan bisnis yang jujur dan halal, agar setiap orang memperoleh penghasilan, menafkahi keluarga, dan memberikan sedekah kepada mereka yang kurang beruntung.
Dalam Islam, kita telah mengenal bahwa didalam perdagangan dan perniagaan  tidak memakai prinsip bunga melainkan prinsip bagi hasil, yang mana prinsip bagi hasil ini dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu; al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-musaqah. Didalam makalah ini akan dijelaskan tentang akad mudharabah dan musyarakah.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu system bagi hasil ?
2.      Apa itu Mudharabah dan bagaimana penjelasannya ?
3.      Apa itu musyarakah dan bagaimana penjelasannya ?

C.    Tujuan Masalah
Makalah ini dibuat dengan tujuan selain memenuhi tugas kuliah dan dengan tujuan agar Mahasiswa mengetahui apa itu system bagi hasil, mudarabah, musyarakah dan penjelasannya.

BAB II
PEMBAHASAN
SISTEM BAGI HASIL
Sistem Bagi Hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan  bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya  pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih.
Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi  bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan(An-Tarodhin)di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Sistem bagi hasil diantaranya mudharabah dan musyarakah.

Mudharabah
Pengertian Mudharabah
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ضرب ) yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan  perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi (ضرب فِيالْأَرْض). Allah SWT berfirman :
”Dan mereka yang lain berjalan diatas bumi  untuk menuntut karunia Allah SWT.” (Al-Muzammil : 20)
Dalam bahasa Iraq (penduduk Iraq) menamakannya mudharabah, sedangkan penduduk Hijaz menyebutnya qiradh. Qiradh berasal dari kata al-qardhu, yang berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya.
Beberapa ulama memberikan pengertian mudharabah atau qiradh sebagai berikut:
Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah “Akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa”.
Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah adalah: ”Akad perwakilan, di mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak)”.
Imam Hanabilah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ”Ibarat pemilik harta menyerahakan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui”.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ” Akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada orang lain untuk ditijarahkan”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama adalah  pemilik modal (shahibul maal), sedangkan  pihak lainnya menjadi  pengelola modal (mudharib), dengan syarat bahwa hasil keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan bersama (nisbah yang telah disepakati), namun bila terjadi kerugian akan ditanggung shahibul maal.
Mudharabah yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

 Landasan Hukum Mudharabah
Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
1.      Al-Qur’an
Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah, antara lain :
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
”Dan mereka yang lain berjalan diatas bumi  untuk menuntut karunia Allah SWT.” (QS. Al-Muzammil : 20)

“Apabila telah ditunaikan sholat, bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS. Al-Jumu’ah : 10)
((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((.......
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”(QS. Al-Baqarah : 198)
2.      As-Sunah
Di antara hadits yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW. Bersabda yang artinya :
“Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal pada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.”  (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib)
Rukun dan Syarat Mudharabah
Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah:
1.      Harta atau Modal
a.    Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
b.   Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
c.    Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.
2.      Keuntungan
a.       Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus jelas prosentasinya.
b.      Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c.       Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada shahib al-mal.
Sedangkan menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1.      Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh (berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk diwakili dan mewakili.
2.      Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal (mal), usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut), keuntungan;
3.      Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik modal (qabul).
Sebab-sebab Batalnya Mudharabah.
Mudharabah  menjadi batal karena hal-hal berikut:
1.      Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal  dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah. Semua laba yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena kecerobohannya.
2.      Pengelola atau mudharib  sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena penyebab dari kerugian tersebut.
3.      Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah  akan menjadi batal. Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang sudah  disepakati. Jika Mudharabah  telah batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh (barang dagangan), maka pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.

Jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu:
Mudharabah muthlaqah
adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
 Mudharabah muqayyadah
adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
Mudharabah Musytarakah
 Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.

Mekanisme pembiayaan
Pada sisi pembiayaan, akad mudharabah biasanya diterapkan pada dua hal, yaitu:
1.      Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
2.      Investasi khusus, yang disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal

MUSYARAKAH
Pengertian
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana.
Musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Landasan Syariah
         Al-Qur’an
(((((((((((((((((((((((((((((
“…Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga…” (an-Nisa’: 12)

(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((
“…Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh…” (Shaad: 24)

         Al-Hadist
“Allah swt.berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.”(HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).

Rukun dan syarat pembiayaan
Dibawah ini adalah beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan musyarakah yang dimuat dalam fatwa DSN no. 8 tentang musyarakah.
1.      Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.      Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.       Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2.      Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b.      Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c.       Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d.      Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e.       Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3.      Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a.       Modal
         Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya.Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
         Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
         Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b.      Kerja
         Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
         Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c.       Keuntungan
         Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
         Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
         Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
         Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d.      Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
4.      Biaya Operasional dan Persengketaan
a.       Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Jenis Musyarakah
Secara umum, musyarakah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1.      Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Maksud dari musyarakah permanen adalah syirkah uqud yang terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
a.       Inan, yaitu Usaha bersama (kongsi) dimana modal dan keahlian yang diberikan tidak sama
b.      Mufawadhah, yaitu Usaha bersama dimana modal dan keahlian yang diberikan sama jumlah dan kualitasnya
c.       Abdan, yaitu Usaha bersama dimana modal yang diberikan adalah keahlian/ tenaga
d.      Wujuh, yaitu Usaha bersama dimana modal yang diberikan adalah nama baik
2.      Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana entitas akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian dana entitas akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut

Mekanisme pembiayaan
Pada sisi pembiayaan, akad musyarakah dapat diterapkan pada beberapa hal, diantaranya adalah:
1.      Musyarakah permanen
a.       Pembiayaan proyek
b.      Modal ventura
2.      Musyarakah Mutanaqisah
a.       Pembiayaan real estate



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ضرب) yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerja (mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan  perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi (الْأَرْض ضرب فِي
Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah :
1.      Harta atau Modal
2.      Keuntungan
Rukun mudharabah menurut Ulama Syafi’iyah lebih memerinci lagi menjadi lima yaitu :
1.      Modal
2.      Pekerjaan
3.      Laba
4.      Shighat
5.         Dan 2 Orang akad

Komentar

Postingan Populer