Teori Modern Perdagangan Internasional

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
Teori perdagangan internasional adalah teori yang menjelaskan arah dan komposisi perdagangan antar negara serta bagaimana efeknya terhadap perekonomian suatu negara.  Disamping itu, teori perdagangan internasional juga dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dari adanya keuntungan perdagangan (gain from trade). Teori yang menjelaskan tentang perdagangan internasional  pada dasarnya dibagi atas tiga kelompok besar, yaitu: teori praklasik merkantilis, Teori Klasik, dan  teori modern.
Teori perdagangan internasional modern ini merupakan sebuah produk evolusi dari pemikiran ekonomi. Perkembangan teori perdagangan sebenarnya dimulai sejak zaman merkantilisme kemudian sampai dengan teori klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith dan David Ricardo yang kemudian mempelopori munculnya teori perdagangan internasional modern sebagaimana juga contoh teori permintaan . Kemunculan teori perdagangan internasional moderen disebabkan karena adanya kritik tajam terhadap teori ekonomi klasik yang muncul pada saat terjadinya depresiasi di tahun 1930-an.
Teori perdagangan internasional moderen menjawab kelemahan yang dimiliki oleh teori klasik sebagaimana teori ekspor menurut para ahli . Secara garis besar, kemunculan teori modern ini merupakan upaya pengembangan bidang keilmuan. Sebagaimana yang tidak bisa disangkal adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan membuat manusia berfikir untuk mendapatkan teori yang lebih relavan dan bisa digunakam sepanjang masa.
Dari penjelasan tersebut maka kami akan mengkaji lebih dalam perkembangan teori modern perdagangan internasional .

Rumusan Masalah
Penjelasan Teori Modern Perdagangan Internasional menurut Hecksher-Ohlin(H-O).
Penjelasan Teori Modern Perdagangan Internasional menurut Paradoks Leontief.
Penjelasan Teori Modern Perdagangan Internasional menurut Teori Offer Curve.
Penjelasan Teori Modern Perdagangan Internasional menurut Teori Opportunity Cost.

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Teori-teori Modern Perdagangan Internasional.
Sebagai tugas makalah mata kuliah Ekonomi Internasional Islam.













BAB II
PEMBAHASAN

Teori Heckscher-Ohlin (H-O)
Model Heckscher Ohlin-Samuelson menjelaskan bahwa perdagangan mencerminkan interaksi antara karakteristik-karakteristik negara dan karakteristik-karakterisik teknologi produksi pada produk yang berbeda. Secara spesifik, negara akan mengekspor barang-barang yang diproduksi dengan padat faktor dimana faktor produksi tersebut berlebihan. Model ini mengarahkan 3 harapan yaitu pertama, negara-negara yang berdagang sebaiknya saling melengkapi (complementary) yaitu negara dengan kelebihan modal berdagang dengan negara dengan kelebihan tenaga kerja. Kedua, komposisi perdagangan sebaiknya mencerminkan sumber-sumber keunggulan komparatif. Ketiga, karena perdagangan memberi dampak tidak langsung bagi distribusi pendapatan setiap negara atas penggunaan faktor-faktor produksi. (Budiono, 2011)
Teori H – O utamanya memperbaiki hal-hal yang belum dapat dijelaskan oleh teori keunggulan comparative. Menurut Teori  H-O, perbedaaan produktivitas terjadi dikarenakan adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya. (Zulyanto, 2016)
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity. (Darwanto, 2017)
Teori modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan berikut:
Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.
Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai “The Proportional Factor Theory” (Sudirman, 2016)
Kritik terhadap hipotesis yang dihasilkan Teori H-O merupakan penyempurnaan dari teori perdagangan internasional sebelumnya, selain itu sudah dilakukan pengenduran atau pengurangan asumsi, namun masih belum sempurna, yaitu:
Berdasar teori H-O perbedaan harga barang sejenis dapat terjadi karena adanya perbedaan proporsi atau jumlah faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara dalam memproduksi barang tersebut. Sehingga apabila jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional sulit terjadi.
Fakta yang ada dalam dunia nyata menunjukkan walaupun jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama sehingga harga barang sejenis relatif sama, ternyata perdagangan internasional tetap dapat terjadi.
Teori H-O masih merupakan teori perdagangan internasional komparatif statik (Prapti, 1991). Kondisi menyebabkan aplikasi teori H-O menjadi terbatas, atau tidak dapat diterapkan secara umum. Oleh karena itu teori hanya dapat menjelaskan terjadinya perdagangan antara negara yang kaya tenaga kerja dengan negara yang kaya kapital, dimana hanya merupakan sekitar 40% dari volume perdagangan dunia.

Paradoks Leontief (Teori Wassily Leontief)
Wassily Leontief merupakan seorang pelopor dalam Analis input-output matriks menemukan sebuah fakta melalui studi empirisnya pada tahun 1953 mengenai struktur perdagangan luar negeri (ekspor dan impor).
Leontief menerapkan H-O pada data Amerika Serikat tahun 1947. Secara umum AS diasumsikan sebagai negara yang relative memiliki modal lebih banyak dan tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan Negara-Negara lain. Sehingga berdasarkan teori H-O, maka ekspor AS akan terdiri atas barang-barang yang padat modal dan sebaliknya impornya akan terdiri atas barang-barang padat karya. Dari hasil pengujian diperoleh tenyata AS cenderung ekspor produk padat tenaga kerja dan mengimpor produk padat modal (Darwanto, 2017).
Teori ini bertentangan dengan teori H-O yang dikemukakan oleh Hecker-Ohlin, sehingga hal ini membuat teori ini dikenal dengan nama Paradoks Leontief . Tetapi munculnya paradox tersebut menurut beberapa ekonom dapat disebabkan keterbatasan metodologi dan kelemahan analisa. Selain ada beberapa faktor yang mendukung terjadinya paradox tersebut, antara lain misalnya, pada tahun 1947 terjadi perang Dunia II sehingga keadaan pada saat itu belum dapat mewakili kondisi perdagangan AS secara umum dengan tepat (Rusydiana, 2015).
Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa ahli ekonomi perdagangan melakukan penelitian lanjutan dan mengemukakan bahwa paradox Leontief dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti di bawah ini :
Intensitas faktor produksi yang berkebalikan.
Tarrif dan Non Tarrif Barier.
Perbedaan dalam skill dan human capital.
Perbedaan dalam faktor sumber daya alam.
Penjelasan lain menyatakan bahwa penemuan Leotief tidak sepenuhnya bertentangan dengan teori H-O, karena ekspor AS yang pada karya (labor intensif) tersebut sangat logis. AS merupakan negara yang mempunyai banyak tenaga kerja terdidik (skilled labor) dibandingkan dengan negara lain, sehingga eskpornya lebih banyak terdiri atas barang yang padat karya namun terdidik. Sehingga penemuan Leontief tersebut, dalam batasan tertentu justeru sesuai dan mendukung teori H-O.
Disisi lain paradox Leontief ini juga memiliki kelebihan yakni jika suatu negara memiliki tenaga kerja  seperti contoh tenaga kerja terdidik yang melimpah maka ekspornya akan naik. Sebaliknya jika suatu negara memiliki jumlah tenaga kerja sedikit maka jumlah ekspornya akan lebih sedikit pula.
Teori Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)
Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional.
Pada dasarnya kurva tawar menawar (offer curve) suatu negara memperlihatkan seberapa banyak suatu negara bersedia menyediakan komoditi ekspornya untuk memperoleh komoditi impor dalam jumlah tertentu. Dengan kata lain, bahwa kurva tawar menawar (offer curve) dari suatu negara memperlihatkan sejauh mana ketersediaan negara itu mengimpor dan mengekspor pada berbagai tingkat harga relatif yang tengah berlaku. (Sahri, 2019)
Teori Opportunity Cost
Teori Opportunity Cost G. Haberler yang biasa digambarkan dengan production possibility area (PPA) yang menunjukkan berbagai kombinasi daripada output yang dapat dihasilkan sejumlah tertentu faktor produksi yang dengan sepenuhnya (full employment). Bentuk daripada kurva ini tergantung daripada anggapan tentang ongkos alternatif (opportunity cost) yang digunakan yaitu PPC Constan Cost dan PPC Increasing Cost (Prawiro, 2013).
Constant Cost
Keadaan constant cost dapatlah dijelaskan dengan tabel berikut:
Alternatif kombinasi barang N dan T yang dapat dihasilkan dengan sejumlah tertentu faktor produksi :
Kombinasi
N
T
Marginal rate of transformation

A
40
0
8/1

B
32
1
8/1

C
24
2
8/1

D
16
3
8/1

E
8
4
8/1

F
0
5
8/1


Setiap tambahan 1 unit T pengorbanan orang N (barang N yang tidak lagi diproduksi) adalah tetap, yakni 8. Sejumlah tertentu faktor produksi yang dapat menghasilkan 8 unit N harus dialihkan untuk menambahkan produksi T sebesar 1 unit. Jadi untuk menambah 1 unit T diperlukan pemindahan faktor produksi dari produksi barang N ke barang T dan pengorbanan barang N tetap 8 unit. Ini berarti marginal rate of transformation-nya 8. Constant cost brarti marginal rate of transformation-nya tetap. Ini sebagai akibat bahwa faktor produksi tersebut tersebut sama baik untuk produksi barang N maupun barang T.
Tabel tersebut di atas kemudian dapat dilukiskan secara grafik sebagai berikut:
       
Lereng kurva kemungkinan produksi adalah marginal rate of transformation yakni sebesar 8/1 dan selama marginal rate of transformation tetap maka kurva kemungkinan produksi berupa garis lurus. Dalam keadaan constant cost dapat juga terjadi pertukaran antara 2 negara, asal masing-masing negara memiliki marginal rate of transformation yang berbeda.
Increasing Cost
Dalam hal ini increasing cost maka setiap tambahan 1 unit T pengorbanan W selalu bertambah besar. Keadaan ini dapat dijelaskan dengan tabel berikut :
Alternatif kombinasi barang N dan T yang dapat dihasilkan dengan sejumlah tertentu faktor produksi.
Kombinasi
N
T
Marginal rate of transformation

A
40
0


B
36
1
4/1

C
30
2
6/1

D
20
3
10/1

E
0
4
20/1

Tabel tersebut kemudian dapat digambarkan dengan suatu grafik sebagai berikut:
 
Lereng kurva tersebut adalah marginal rate of transformation dan dalam hal ini semakin besar dengan semakin banyaknya barang T yang dihasilkan. Dari berbagai-bagai kombinasi tersebut mana yang akan dipilih tergantung daripada harga barang-barang tersebut di pasar.
Untuk analisa selanjutnya selalu dipakai suatu PPC dengan keadaan increasing cost karena keadaan ini lebih mendekati realita. Bersama-sama dengan penggunaan suatu indifference curve (IC) dapatlah digunakan untuk menjelaskan tentang terjadinya perdagangan internasional. Perdagangan internasional dapat timbul apabila antara dua negara memiliki :
PPC yang sama dan IC yang berbeda
PPC yang berbeda dan IC sama
PPC dan IC berbeda
Prinsip ketiga keadaan ini sama saja dasarnya. Perbedaan IC ini disebabkan oleh perbedaan dalam pendapatan, rasa atau preferensi (selera), sedangkan PPC menunjukkan kesamaan dalam faktor-faktor produksi serta teknik produksi yang digunakan. Keuntungan perdagangan (gains from trade) adalah bahwa masing-masing negara dapat mencapai indifference curve yang lebih tinggi, yang menggambarkan suatu tingkat kepuasan yang lebih tinggi.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi.
Wassily Leontief merupakan seorang pelopor dalam Analis input-output matriks menemukan sebuah fakta melalui studi empirisnya pada tahun 1953 mengenai struktur perdagangan luar negeri (ekspor dan impor).
Teori Offer Curve diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Teori Opportunity Cost G. Haberler yang biasa digambarkan dengan production possibility area (PPA) yang menunjukkan berbagai kombinasi daripada output yang dapat dihasilkan sejumlah tertentu faktor produksi yang dengan sepenuhnya (full employment). Bentuk daripada kurva ini tergantung daripada anggapan tentang ongkos alternatif (opportunity cost) yang digunakan yaitu PPC Constan Cost dan PPC Increasing Cost.

Saran
Sebaiknya teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli diterapkan sebagai fundamen agar ekonomi Indonesia bisa membaik. Pengelolaan dan tata cara serta penerapannya harus di aplikasikan kedalam system prekonomian Indonesia sehingga teori-teori ini tidak menjadi sekedar teori, akan tetapi dapat dipahami dan diterapkan secara maksimal mengingat ekonomi RI masih lemah.


DAFTAR PUSTAKA

Budiono, S. (2011). Teknologi, Perdagangan Internasional Dan Pertumbuhan Ekonomi: Suatu Kajian Teori Ekonomi Klasik Ke Perdagangan Internasional Modern . Jrmb, Volume 6, No. 1 Juni 2011 , 69-93.
Darwanto. (2017). Model Perdagangan Hecksher-Ohlin (Teori, Kritik Dan Perbaikan) . Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan Vol. 2 No 5, 145-167.
Prapti, E. S. (1991). Derivasi Teori Siklus Kehidupan Produk (Product Life Cycle Theory: Jawaban Atas Kegagalan Teori Hechscher-Ohlin. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia Vol 6 Tahun 1991, 1-17.
Prawiro, A. (2013). Ekonomi Internasional. Depok: Universitas Gunadarma.
Rusydiana, A. S. (2015). Komparasi Teori Ekonomi Modern Dengan Perspektif Islam. . Jurnal Lembaga Penelitian Dan Pemberdayaan Masyarakat (Lppm) , 23-45.
Sahri, M. Z. (2019, Januari 23). Akuntasi Lengkap. Retrieved From Https://Www.Akuntansilengkap.Com/Ekonomi/Teori-Perdagangan-Internasional/ Diakses 29 Maret 2020.
Sudirman. (2016). Potensi, Peluang, Dan Tantangan Perdagangan Antara Indonesia Dengan Negara-Negara Di Kawasan Timur Tengah . Volume. 12, Nomor 1, Juni 2016 , 60-80.
Zulyanto, A. (2016). Kesiapan Dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) . Ekspansi Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), , 29-45.

Komentar

Postingan Populer