JURNAL TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG TAKARAN DAN TIMBANGAN
Fatiyatul Murtafiah
Asfika Ariwardani Putri
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Salatiga
Email:fathianafha@gmail.com
ABSTRACT
We create this journal based on interpretation books and journals. The type of research we use is library research. In this journal we will examine the paragraphs about the dosage and the scale. The root is defined as the process of measuring to determine the level, weight, or price of a particular item. Roots are often equated with weighing. Scoring or weighing is a part of commerce that is often done by traders.
This journal discusses how Islamic commerce is a trade that is based on values and ethics derived from basic religious values that uphold honesty and justice. Muhammad, in his teachings, put justice and honesty as principles in fair trade in the concept of Islam is a trade that does not tyrannize and experience. The existence of these principles has been explained in the Qur'an, namely. Q.S Al-Isra 'verse 35, Q.S Al-Muthaffifin verses 1-6, Q.S Al-A'raf verse 85, Asy-Syu'ara' verses 181-184, QS. Al-An'am: 152, and QS An-Nisa '/ 4: 29.
Keywords: dosage, scale, buying and selling.
ABSTRAK
Jurnal ini kami buat berdasarkan buku-buku dan jurnal tafsir. Jenis penelitian yang kita gunakan yaitu riset kepustakaan. Didalam jurnal ini kami akan mengkaji ayat tentang takaran dan timbangan.Takaran diartikan sebagai proses mengukur untuk mengetahui kadar, berat, atau harga barang tertentu.Menakar yang sering disamakan dengan menimbang. Menakar atau menimbang merupakan bagian dengan perniagaan yang sering dilakukan oleh pedagang.
Jurnal ini membahas bagaimana Perdagangan yang islami yaitu perdagangan yang dilandasi oleh nilainilai dan etika yang bersumber dari nilai-nilai dasar agama yang menjunjung tinggitentang kejujuran dan keadilan. Muhammad Saw dalam ajarannya meletakkankeadilan dan kejujuran sebagai prinsip dalam perdagangan-perdagangan yangadil dalam konsep Islam adalah perdagangan yang tidak menzalimi dan dizalami.. Adanya adanya prinsip-prinsip tersebut telah di jelaskan dalam Al-Qur’an yaitu . Q.S Al-Isra’ ayat 35, Q.S Al-Muthaffifin ayat 1-6, Q.S Al-A’raf ayat 85, Asy-Syu’ara’ ayat 181-184, QS. Al-An’ām: 152, dan QS An-Nisa’/4: 29.
Kata kunci: takaran, timbangan, jual beli.
PENDAHULUAN
Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW adalah mata rantai terakhir dari agama-agama yang diwahyukan Allah SWT, Islam merupakan agamayang sempurna, yang ditujukan kepada manusia hingga akhir zaman. Dengan merujuk pada term al Islam itu sendiri, maka dipastikan bahwa agama bertujuan untuk memberikan keselamatan dan kesejahteraan dan kedamaian yang abadikepada penganutnya. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah mahkluk sosial yang selalu berhubungan dengan mahluk lainnya. Manusia sekaligus sebagai khalifah yang mengembang amanat untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi, karena manusia diberikan kedudukan terhormat sebagai mahluk yang paling mulia oleh Allah SWT. Agar kegiatan manusia bernilai ibadah, manusia dapat melaksanakan aktifitas hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang terdapat dalam Al Quran serta petunjuk pelaksanaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW didalam sunnahnya.
Manusia termotifasi mengadakan jual beli sebagai jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan merumuskan tata cara untuk memperoleh harta. Menurut hukum alam dianggap sebagai suatu landasan dalam memenuhi segala keperluan dengan cara bagaimana manusia dapat terhindar dari tipu muslihat dan tersesat serta hal-hal lain yang dapat mengotori diri, dan menjauhkannya dari kebersihan jiwa untuk tercapainya manusia yang utama, guna meningkatkan lebih tinggi arah pendekatan diri kepada Allah SWT. Dalam melakukan perdagangan atau jual beli masih ada yang melakukan penipuan terhadap pembeli dengan cara memperlihatkan yang baik dan menyembunyikan yang buruk atau menampakkan yang utuh dan menyembunyikan yang rusak, padahal mereka adalah orangmuslim yang sudah pasti mengetahui bahwa perbuatan itu adalah dosa yang dilarang oleh agama. Hal seperi ini dapat mendatangkan kemudharatan, karena tiap barang yang jual tidak sama dengan kwalitasnya. Islam melarang adanya jual beli apabila dengan cara penipuan tersebut sudah sampai pada taraf yang keji, yakni apabila terjadi penipuan, maka bagi pihak tertipu boleh memilih sesukanya antara merusak atau meneruskan jual belinya. Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakah akan meneruskan jual beli atau akan membatalkannya, disebabkan terjadinya oleh sesuatu hal, hal tersebut kemudian diistilahkan sebagai khiyar.
METODOLOGI
Dalam jurnal ini kami menggunakan metode kepustakaan. Kami menggunakan sumber-sumber dari buku dan jurnal-jurnal sebagai sumber utama pembuatan jurnal ini. Dalam jurnal ini kami akan membahas tentang materi ayat tentang takaran dan timbangan secara lebih luas yang bersumber dari Al-Qur’an.
PEMBAHASAN
Pengertian Takaran dan Timbangan
Kata “Takaran” dalam Kamus Bahasa Arab, yaitu: mikyal, kayl. Sedangkan kata “Timbangan” dalam Kamus Bahasa Arab yaitu: wazn, mizan. Takaran diartikan sebagai proses mengukur untuk mengetahui kadar, berat, atau harga barang tertentu. Dalam kegiatan proses mengukur tersebut dikenal dengan menakar. Menakar yang sering disamakan dengan menimbang. Menakar atau menimbang merupakan bagian dengan perniagaan yang sering dilakukan oleh pedagang.
Para pedagang menggunakan alat untuk menakar yaitu kaleng, tangan, dll. Sedangkan alat untuk menimbang yaitu timbangan yang juga disebut dengan neraca karena memiliki keseimbangan. Timbangan dipakai untuk mengukur satuan berat (ons, gram, kilogram, dll). Takaran dan timbangan adalah dua macam alat ukur yang diberikan perhatian untuk benar-benar dipergunakan secara tepat dan benar dalam perspektif ekonomi syariah.
Ayat tentang Takaran dan Timbangan
Q.S Al-Isra’ ayat 35
Allah memerintahkan agar jual beli dilangsungkan dengan menyempurnakan takaran dan timbangan. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Al-Isra’ ayat 35 yang berbunyi:
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Q.S Al-Muthaffifin ayat 1-6
Allah SWT mencegah mempermainkan timbangan dan takaran serta melakukan kecurangan dalam menakar dan menimbang.Nash Al-Qur’an ini menunjukkan bahwa orang-orang curang yang diancam oleh Allah dengan kecelakaan yang besar. Mereka menakar untuk orang lain, bukan menerima takaran dari orang lain. Seakan-akan mereka mempunyai kekuasaan terhadap manusia dengan suatu sebab yang menjadikan mereka dapat meminta orang lain memenuhi takaran dan timbangan dengan sepenuhnya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Muthaffifin ayat 1-6 yang berbunyi:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ ﴿١﴾ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ ﴿٢﴾ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ ﴿٣﴾ أَلَا يَظُنُّ أُولَـئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ ﴿٤﴾ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ ﴿٥﴾ يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٦﴾
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) Orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orangorang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) Hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?”
Ayat di atas menjelaskan bahwa ajaran Islam mengajarkan manusia untuk melakukan transaksi jual beli secara adil. Sesuai dengan takaran yangsebenarnya, karena orang yang melakukan kecurangan dalam transaksi jual beli akan mendapatkan ganjaran pada hari dimana manusia akan dibangkitkan. Sesungguhnya mengambil hak orang lain itu amat terlarang sekali dalam agama Islam, sehingga orang yang mengurangkan takaran atau timbangan sedikitpun, akan masuk neraka, apalagi mengambilnya lebih banyak dari pada itu. Maka tentu akan lebih besar siksaannya. Sebab itu patut kita insaf dan berhati-hati tentang hak orang itu, sebab dosanya tidak akan diampuni oleh Allah, sebelum dibayar hak. orang itu atau di maafkannya. Tetapi dosa terhadap kepada Allah saja, seperti meninggalkan shalat maka Allah akan mengampuninya dengan semata-mata taubat kepadanya.
Ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di Madina. Setibanya di Yatrib (Madina), Nabi Muhammad saw, banyak mendapat laporan tentang para pedagang yang curang. Abu juhainah termasuk salah satu seorang dari mereka. Ia dikabarkan memiliki dua takaran yang berbeda, kepada Abu Juhainah dan penduduk Madina yang lain, Rasulullah saw membacakan ayat diatas. Ayat ini memberi peringatan kepada pada pegadang yang curang. Mereka dinamakan mutaffifin. Dalam bahasa Arab, mutaffifin berasal dari kata taffif atau tafafah, yang berarti pinggir atau bibir sesuatu. Pedagang yang curang itu dinamai mutaffif, karena ia menimbang atau menakar seuatu hanya sampai bibir timbangan, tidak sampai penuh hingga kepermukaan,.
Dalam ayat diatas, perilaku curang dipandang sebagai pelanggaran moral yang sangat besar. Pelakunya diancam hukuman berat, yaitu masuk neraka wail. Ancaman itu pernah mengagetkan orang Arab (Badui). Ia kemudian menemui Abdul Malik bin Marwan, khalifah dari Bani Umayyah. Kepada khalifah ia menyampaikan kegalauannya. Ia berkata, “Kalau pecuri kecil-kecilan saja (korupsi timbangan) di ancam hukuman berat, bagaimana dengan para penguasa yang suka mencuri dan makan uang rakyat dalam jumlah besar, bahkan tidak terhitung lagi jumlahnya alias tanpa takarannya?” khalifah menjawab bahwa korupsi timbangan itu dianggap sebagai kejahatan besar, karena ia menyangkut social ekonomi (mu’amalat) yang menjadi kebutuhan dasar manusia. Korupsi semaca itu bias terjadi sepanjang waktu.
Melihat fenomena kecurangan yang terjadi saat ini masih banyak penjual yang belum mengetahui tata cara jual beli yang sesuai dengan syariat Islam, misalnya: mengurangi timbangan dan tidak jujur dalam memasarkan produknya, semua kecurangan itu akan merugikan salah satu pihak yaitu pembeli. Dalam ajaran agama Islam tidak boleh menzalimi satu sama lain. Pengambilan tempat di Maros karena Maros merupakan tempat jalur mudik lintas kabupaten di SulawesiSelatan dan dekat kota Makassar, sehingga pasar sentral Maros tempat singgah masyarakat,dan melakukan transaksi.
Q.S Al-A’raf ayat 85
Allah memerintahkan kepada kita untuk menyempurnakan takaran dan timbangan dan melarang untuk mengurangi takaran dan timbangan, yaitu terdapat dalam Q.S Al-A’ra f ayat 85 yang berbunyi:
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekalikali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orangorang yang beriman".”
QS. Asy-Syu’ara’ ayat 181-184
Nabi Syu’aib memerintahkan umatnya untuk menyempurnakan takaran dan timbangan serta melarang melarang mereka berbuat curang masalah tersebut. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Asy-Syu’ara’ ayat 181-184 .
وَزِنُوْا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيْمِ
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ اَشْيَآءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِى الْاَرْضِ مُفْسِدِيْنَ
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu Termasuk orang orang yang merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu”
QS. Al-An’ām: 152
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan
adil.” (QS. Al-An’ām: 152).
QS An-Nisa’/4: 29.
َََٱََََََُُِِٰۡۡأْآََُُْۡاَُاَءَِِٰٖۡضاًَََةَََِٰنَُنَأِٓإُِّۚۡ
نِإََُُۚۡأْآَََُُۡوٱََِٗرَُِۡنَ
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakanharta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalanperniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalahMaha Penyayang kepadamu”
Firman Allah tersebut menekankan bahwa transaksi perdagangan harus dilakukan tanpa paksaan, sehingga terbentuklah harga secara alamiah. Dalam halini, semua harga yang terkait dengan faktor produksi maupun produk barang itu sendiri bersumber pada mekanisme pasar seperti ini, karena itu ketetapan harga tersebut telah diakui sebagai harga yang adil dan wajar (harga yang sesuai).
QS Ar-Rahman/55: 9
ْاَُِأَوٱَنۡزَِِِْۡۡۡاوََُُِۡوٱَناَِۡ
Terjemahnya:
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamumengurangi neraca itu”
PENUTUP
Dari jurnal mengenai ayat diatas dapat disimpulkan bahwa semua hal yang mengenai kelautan sudah dijelaskan secara rinci dalam Al-Quran diantaranya dalam surat Q.S Al-Isra’ ayat 35, Q.S Al-Muthaffifin ayat 1-6, Q.S Al-A’raf ayat 85, Asy-Syu’ara’ ayat 181-184, QS. Al-An’ām: 152, dan QS An-Nisa’/4: 29.
Dari ayat-ayat tersebut semua hal yang diciptakan oleh Allah agar manusia selalu berlaku adil dalam mencari nafkah terutama dalam hal perniagaan sesuai ayat tersebut. Dan apabila manusia mengurangi ataupun melebihkan takaran atau timbangan maka Allah akan melaknatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. (2014). ANALISIS TINGKAT KECURANGAN DALAM TAKARAN DAN TIMBANGAN BAGI PEDAGANG TERIGU (STUDI KASUS DI PASAR SENTRAL MAROS). muqtasid.id.
Nawatmi, S. (2010). ETIKA BISNIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM. Fokus Ekonomi (FE), April 2010, Hal 50 – 58 Vol. 9, No.1.
Rahmadhani, N. (2017). analisis hukum Islam dan Standar Nasional Indonesia terhadap timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya. [Skripsi].
Fatiyatul Murtafiah
Asfika Ariwardani Putri
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Salatiga
Email:fathianafha@gmail.com
ABSTRACT
We create this journal based on interpretation books and journals. The type of research we use is library research. In this journal we will examine the paragraphs about the dosage and the scale. The root is defined as the process of measuring to determine the level, weight, or price of a particular item. Roots are often equated with weighing. Scoring or weighing is a part of commerce that is often done by traders.
This journal discusses how Islamic commerce is a trade that is based on values and ethics derived from basic religious values that uphold honesty and justice. Muhammad, in his teachings, put justice and honesty as principles in fair trade in the concept of Islam is a trade that does not tyrannize and experience. The existence of these principles has been explained in the Qur'an, namely. Q.S Al-Isra 'verse 35, Q.S Al-Muthaffifin verses 1-6, Q.S Al-A'raf verse 85, Asy-Syu'ara' verses 181-184, QS. Al-An'am: 152, and QS An-Nisa '/ 4: 29.
Keywords: dosage, scale, buying and selling.
ABSTRAK
Jurnal ini kami buat berdasarkan buku-buku dan jurnal tafsir. Jenis penelitian yang kita gunakan yaitu riset kepustakaan. Didalam jurnal ini kami akan mengkaji ayat tentang takaran dan timbangan.Takaran diartikan sebagai proses mengukur untuk mengetahui kadar, berat, atau harga barang tertentu.Menakar yang sering disamakan dengan menimbang. Menakar atau menimbang merupakan bagian dengan perniagaan yang sering dilakukan oleh pedagang.
Jurnal ini membahas bagaimana Perdagangan yang islami yaitu perdagangan yang dilandasi oleh nilainilai dan etika yang bersumber dari nilai-nilai dasar agama yang menjunjung tinggitentang kejujuran dan keadilan. Muhammad Saw dalam ajarannya meletakkankeadilan dan kejujuran sebagai prinsip dalam perdagangan-perdagangan yangadil dalam konsep Islam adalah perdagangan yang tidak menzalimi dan dizalami.. Adanya adanya prinsip-prinsip tersebut telah di jelaskan dalam Al-Qur’an yaitu . Q.S Al-Isra’ ayat 35, Q.S Al-Muthaffifin ayat 1-6, Q.S Al-A’raf ayat 85, Asy-Syu’ara’ ayat 181-184, QS. Al-An’ām: 152, dan QS An-Nisa’/4: 29.
Kata kunci: takaran, timbangan, jual beli.
PENDAHULUAN
Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW adalah mata rantai terakhir dari agama-agama yang diwahyukan Allah SWT, Islam merupakan agamayang sempurna, yang ditujukan kepada manusia hingga akhir zaman. Dengan merujuk pada term al Islam itu sendiri, maka dipastikan bahwa agama bertujuan untuk memberikan keselamatan dan kesejahteraan dan kedamaian yang abadikepada penganutnya. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah mahkluk sosial yang selalu berhubungan dengan mahluk lainnya. Manusia sekaligus sebagai khalifah yang mengembang amanat untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi, karena manusia diberikan kedudukan terhormat sebagai mahluk yang paling mulia oleh Allah SWT. Agar kegiatan manusia bernilai ibadah, manusia dapat melaksanakan aktifitas hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang terdapat dalam Al Quran serta petunjuk pelaksanaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW didalam sunnahnya.
Manusia termotifasi mengadakan jual beli sebagai jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan merumuskan tata cara untuk memperoleh harta. Menurut hukum alam dianggap sebagai suatu landasan dalam memenuhi segala keperluan dengan cara bagaimana manusia dapat terhindar dari tipu muslihat dan tersesat serta hal-hal lain yang dapat mengotori diri, dan menjauhkannya dari kebersihan jiwa untuk tercapainya manusia yang utama, guna meningkatkan lebih tinggi arah pendekatan diri kepada Allah SWT. Dalam melakukan perdagangan atau jual beli masih ada yang melakukan penipuan terhadap pembeli dengan cara memperlihatkan yang baik dan menyembunyikan yang buruk atau menampakkan yang utuh dan menyembunyikan yang rusak, padahal mereka adalah orangmuslim yang sudah pasti mengetahui bahwa perbuatan itu adalah dosa yang dilarang oleh agama. Hal seperi ini dapat mendatangkan kemudharatan, karena tiap barang yang jual tidak sama dengan kwalitasnya. Islam melarang adanya jual beli apabila dengan cara penipuan tersebut sudah sampai pada taraf yang keji, yakni apabila terjadi penipuan, maka bagi pihak tertipu boleh memilih sesukanya antara merusak atau meneruskan jual belinya. Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakah akan meneruskan jual beli atau akan membatalkannya, disebabkan terjadinya oleh sesuatu hal, hal tersebut kemudian diistilahkan sebagai khiyar.
METODOLOGI
Dalam jurnal ini kami menggunakan metode kepustakaan. Kami menggunakan sumber-sumber dari buku dan jurnal-jurnal sebagai sumber utama pembuatan jurnal ini. Dalam jurnal ini kami akan membahas tentang materi ayat tentang takaran dan timbangan secara lebih luas yang bersumber dari Al-Qur’an.
PEMBAHASAN
Pengertian Takaran dan Timbangan
Kata “Takaran” dalam Kamus Bahasa Arab, yaitu: mikyal, kayl. Sedangkan kata “Timbangan” dalam Kamus Bahasa Arab yaitu: wazn, mizan. Takaran diartikan sebagai proses mengukur untuk mengetahui kadar, berat, atau harga barang tertentu. Dalam kegiatan proses mengukur tersebut dikenal dengan menakar. Menakar yang sering disamakan dengan menimbang. Menakar atau menimbang merupakan bagian dengan perniagaan yang sering dilakukan oleh pedagang.
Para pedagang menggunakan alat untuk menakar yaitu kaleng, tangan, dll. Sedangkan alat untuk menimbang yaitu timbangan yang juga disebut dengan neraca karena memiliki keseimbangan. Timbangan dipakai untuk mengukur satuan berat (ons, gram, kilogram, dll). Takaran dan timbangan adalah dua macam alat ukur yang diberikan perhatian untuk benar-benar dipergunakan secara tepat dan benar dalam perspektif ekonomi syariah.
Ayat tentang Takaran dan Timbangan
Q.S Al-Isra’ ayat 35
Allah memerintahkan agar jual beli dilangsungkan dengan menyempurnakan takaran dan timbangan. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Al-Isra’ ayat 35 yang berbunyi:
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Q.S Al-Muthaffifin ayat 1-6
Allah SWT mencegah mempermainkan timbangan dan takaran serta melakukan kecurangan dalam menakar dan menimbang.Nash Al-Qur’an ini menunjukkan bahwa orang-orang curang yang diancam oleh Allah dengan kecelakaan yang besar. Mereka menakar untuk orang lain, bukan menerima takaran dari orang lain. Seakan-akan mereka mempunyai kekuasaan terhadap manusia dengan suatu sebab yang menjadikan mereka dapat meminta orang lain memenuhi takaran dan timbangan dengan sepenuhnya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Muthaffifin ayat 1-6 yang berbunyi:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ ﴿١﴾ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ ﴿٢﴾ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ ﴿٣﴾ أَلَا يَظُنُّ أُولَـئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ ﴿٤﴾ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ ﴿٥﴾ يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٦﴾
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) Orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orangorang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) Hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?”
Ayat di atas menjelaskan bahwa ajaran Islam mengajarkan manusia untuk melakukan transaksi jual beli secara adil. Sesuai dengan takaran yangsebenarnya, karena orang yang melakukan kecurangan dalam transaksi jual beli akan mendapatkan ganjaran pada hari dimana manusia akan dibangkitkan. Sesungguhnya mengambil hak orang lain itu amat terlarang sekali dalam agama Islam, sehingga orang yang mengurangkan takaran atau timbangan sedikitpun, akan masuk neraka, apalagi mengambilnya lebih banyak dari pada itu. Maka tentu akan lebih besar siksaannya. Sebab itu patut kita insaf dan berhati-hati tentang hak orang itu, sebab dosanya tidak akan diampuni oleh Allah, sebelum dibayar hak. orang itu atau di maafkannya. Tetapi dosa terhadap kepada Allah saja, seperti meninggalkan shalat maka Allah akan mengampuninya dengan semata-mata taubat kepadanya.
Ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di Madina. Setibanya di Yatrib (Madina), Nabi Muhammad saw, banyak mendapat laporan tentang para pedagang yang curang. Abu juhainah termasuk salah satu seorang dari mereka. Ia dikabarkan memiliki dua takaran yang berbeda, kepada Abu Juhainah dan penduduk Madina yang lain, Rasulullah saw membacakan ayat diatas. Ayat ini memberi peringatan kepada pada pegadang yang curang. Mereka dinamakan mutaffifin. Dalam bahasa Arab, mutaffifin berasal dari kata taffif atau tafafah, yang berarti pinggir atau bibir sesuatu. Pedagang yang curang itu dinamai mutaffif, karena ia menimbang atau menakar seuatu hanya sampai bibir timbangan, tidak sampai penuh hingga kepermukaan,.
Dalam ayat diatas, perilaku curang dipandang sebagai pelanggaran moral yang sangat besar. Pelakunya diancam hukuman berat, yaitu masuk neraka wail. Ancaman itu pernah mengagetkan orang Arab (Badui). Ia kemudian menemui Abdul Malik bin Marwan, khalifah dari Bani Umayyah. Kepada khalifah ia menyampaikan kegalauannya. Ia berkata, “Kalau pecuri kecil-kecilan saja (korupsi timbangan) di ancam hukuman berat, bagaimana dengan para penguasa yang suka mencuri dan makan uang rakyat dalam jumlah besar, bahkan tidak terhitung lagi jumlahnya alias tanpa takarannya?” khalifah menjawab bahwa korupsi timbangan itu dianggap sebagai kejahatan besar, karena ia menyangkut social ekonomi (mu’amalat) yang menjadi kebutuhan dasar manusia. Korupsi semaca itu bias terjadi sepanjang waktu.
Melihat fenomena kecurangan yang terjadi saat ini masih banyak penjual yang belum mengetahui tata cara jual beli yang sesuai dengan syariat Islam, misalnya: mengurangi timbangan dan tidak jujur dalam memasarkan produknya, semua kecurangan itu akan merugikan salah satu pihak yaitu pembeli. Dalam ajaran agama Islam tidak boleh menzalimi satu sama lain. Pengambilan tempat di Maros karena Maros merupakan tempat jalur mudik lintas kabupaten di SulawesiSelatan dan dekat kota Makassar, sehingga pasar sentral Maros tempat singgah masyarakat,dan melakukan transaksi.
Q.S Al-A’raf ayat 85
Allah memerintahkan kepada kita untuk menyempurnakan takaran dan timbangan dan melarang untuk mengurangi takaran dan timbangan, yaitu terdapat dalam Q.S Al-A’ra f ayat 85 yang berbunyi:
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekalikali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orangorang yang beriman".”
QS. Asy-Syu’ara’ ayat 181-184
Nabi Syu’aib memerintahkan umatnya untuk menyempurnakan takaran dan timbangan serta melarang melarang mereka berbuat curang masalah tersebut. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Asy-Syu’ara’ ayat 181-184 .
وَزِنُوْا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيْمِ
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ اَشْيَآءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِى الْاَرْضِ مُفْسِدِيْنَ
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu Termasuk orang orang yang merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu”
QS. Al-An’ām: 152
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan
adil.” (QS. Al-An’ām: 152).
QS An-Nisa’/4: 29.
َََٱََََََُُِِٰۡۡأْآََُُْۡاَُاَءَِِٰٖۡضاًَََةَََِٰنَُنَأِٓإُِّۚۡ
نِإََُُۚۡأْآَََُُۡوٱََِٗرَُِۡنَ
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakanharta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalanperniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalahMaha Penyayang kepadamu”
Firman Allah tersebut menekankan bahwa transaksi perdagangan harus dilakukan tanpa paksaan, sehingga terbentuklah harga secara alamiah. Dalam halini, semua harga yang terkait dengan faktor produksi maupun produk barang itu sendiri bersumber pada mekanisme pasar seperti ini, karena itu ketetapan harga tersebut telah diakui sebagai harga yang adil dan wajar (harga yang sesuai).
QS Ar-Rahman/55: 9
ْاَُِأَوٱَنۡزَِِِْۡۡۡاوََُُِۡوٱَناَِۡ
Terjemahnya:
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamumengurangi neraca itu”
PENUTUP
Dari jurnal mengenai ayat diatas dapat disimpulkan bahwa semua hal yang mengenai kelautan sudah dijelaskan secara rinci dalam Al-Quran diantaranya dalam surat Q.S Al-Isra’ ayat 35, Q.S Al-Muthaffifin ayat 1-6, Q.S Al-A’raf ayat 85, Asy-Syu’ara’ ayat 181-184, QS. Al-An’ām: 152, dan QS An-Nisa’/4: 29.
Dari ayat-ayat tersebut semua hal yang diciptakan oleh Allah agar manusia selalu berlaku adil dalam mencari nafkah terutama dalam hal perniagaan sesuai ayat tersebut. Dan apabila manusia mengurangi ataupun melebihkan takaran atau timbangan maka Allah akan melaknatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M. (2014). ANALISIS TINGKAT KECURANGAN DALAM TAKARAN DAN TIMBANGAN BAGI PEDAGANG TERIGU (STUDI KASUS DI PASAR SENTRAL MAROS). muqtasid.id.
Nawatmi, S. (2010). ETIKA BISNIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM. Fokus Ekonomi (FE), April 2010, Hal 50 – 58 Vol. 9, No.1.
Rahmadhani, N. (2017). analisis hukum Islam dan Standar Nasional Indonesia terhadap timbangan kadar perhiasan emas di toko emas Surabaya. [Skripsi].
Komentar
Posting Komentar